
Oleh Nurul Huda (Mahasiswi Praktek Kerja Profesi Tahun 2025)
A. Pendahuluan
Perkawinan memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat dikarenakan dapat menyatukan dua manusia yang memiliki latar belakang dan kepribadian yang berlainan. Perkawinan memiliki pengertian sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan merupakan langkah perwujudan sebuah keluarga yang diharapkan dapat memberikan kebahagiaan. Sejalan dengan tujuan tersebut, kesiapan fisik maupun mental yang matang menjadi kebutuhan yang krusial.
Adanya peraturan mengenai perkawinan memiliki tujuan untuk mengurangi faktor-faktor penyebab tidak berhasilnya suatu perkawinan yang bahagia, sehingga keberhasilan terwujudnya perkawinan yang bahagia memiliki tolak ukur yang berasal dari kepatuhan masyarakat terhadap hal- hal yang diterapkan pada aturan yang memuat tentang perkawinan.
Keberadaan aturan terkait pembatasan minimal usia perkawinan di Indonesia tertuang pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (selanjutnya disebut sebagai UUP), yaitu pada usia 19 (sembilan belas) tahun bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Namun pada kasus-kasus yang terjadi saat ini, terdapat kebutuhan untuk memberikan kelonggaran bagi seseorang ataupun pasangan yang syarat usia minimalnya belum terpenuhi. Teruntuk calon suami istri yang batas usianya belum terpenuhi sesuai peraturan, maka diberikan suatu kelonggaran yang disebut dengan dispensasi. Proses pengajuan dispensasi ini melibatkan pertimbangan dari pengadilan berdasarkan alasan mendesak dan keadaan darurat.
Pengertian dispensasi kawin berkaitan dengan suatu pengecualian terhadap hukum positif yang berlaku, dikarenakan untuk melaksanakan perkawinan calon pasangan suami istri belum memenuhi syarat sah perkawinan.Apabila terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang mengajukan perkawinan namun dengan keadaan yang demikian maka pihak orang tua dari kedua belah pihak, baik pihak laki-laki maupun perempuan, dapat mengajukan permohonan dispensasi ke pengadilan jika mereka memiliki alasan kuat dan bukti yang cukup untuk mendukungnya. Pengadilan kemudian akan mempertimbangkan hal ini ketika memutuskan apakah akan memberikan izin dispensasi.
B. Pembahasan
a) Dasar Hukum
UUP Tahun 2019 merupakan hasil revisi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan perubahan signifikan pada Pasal 7 ayat (1) yang menetapkan batas usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 (sembilan belas) tahun. Perubahan ini menyamakan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang sebelumnya membedakan usia minimal perkawinan antara laki-laki yaitu 19 (sembilan belas) tahun dan perempuan 16 (enam belas) tahun. Disamping itu, UUP bertujuan untuk melindungi hak-hak anak dan mencegah dampak negatif dari perkawinan usia dini. Sejalan dengan hal tersebut, apabila dilihat melalui perspektif kesehatan, maka batas usia 19 (sembilan belas) tahun telah dianggap sebagai usia di mana individu telah mencapai kematangan fisik dan psikis yang cukup untuk menjalani kehidupan perkawinan dan reproduksi. Terutama pada perempuan, apabila hamil dan melahirkan pada usia di bawah 18 (delapan belas) tahun akan beresiko terhadap kesehatannya maupun bayi yang dikandung.
Sebagai langkah keberlanjutan, Mahkamah Agung menerbitkan PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin (selanjutnya disebut sebagai PERMA 5/2019) yang merupakan peraturan pelaksana dari UUP yang memuat peraturan khusus terkait dispensasi kawin. PERMA 5/2019 memberikan pedoman bagi Hakim dalam mengadili permohonan dispensasi kawin pasca perubahan batas usia minimal perkawinan. PERMA tersebut menekankan bahwa dispensasi hanya dapat diberikan dalam keadaan mendesak dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak. Mengacu pada PERMA 5/2019, dispensasi kawin adalah proses di mana pengadilan memberikan izin kepada calon suami dan istri yang belum berusia 19 (sembilan belas) tahun untuk melangsungkan perkawinan, dengan tujuan untuk menjamin penerapan sistem hukum yang menjunjung tinggi hak-hak anak.
b) Persyaratan Dispensasi Kawin
Pengadilan agama memiliki kewenangan dan kekuasaan, salah satunya terkait pemberian dispensasi kawin bagi anak yang masih dibawah umur. Pengadilan agama pada hakikatnya memiliki dua bentuk perkara yang ditangani yakni perkara gugatan dan perkara permohonan, untuk dispensasi kawin sendiri merupakan perkara permohonan, dan untuk mengajukan permohonan dispensasi kawin dibutuhkan beberapa syarat diantaranya :
1. Surat permohonan
2. KTP kedua orang tua calon mempelai laki-laki
3. KTP kedua orang tua calon mempelai wanita
4. KTP/KIA kedua calon mempelai
5. Kartu Keluarga calon mempelai laki-laki
6. Kartu Keluarga calon mempelai wanita
7. Akta Kelahiran calon mempelai laki-laki
8. Akta kelahiran calon mempelai perempuan
9. Ijazah terakhir/Surat Keterangan masih sekolah mempelai laki-laki jika masih sekolah
10. Ijazah terakhir/Surat Keterangan masih sekolah mempelai wanita jika masih sekolah
11. Surat Penolakan dari Kantor Urusan Agama (KUA)
12. Surat Keterangan/Rekomendasi dari dokter, bidan, puskesmas atau
13. Meminta rekomendasi dari Psikolog atau Dokter/Bidan, Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pusat Pelayanan TErpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Komisi Perlindungan Anak Indonesia/Daerah (KPAI/KPAD) (untuk syarat nomor 12 dan 13 salah satunya saja.)
14. Surat Keterangan komitmen Orangtua untuk ikut bertanggungjawab terkait masalah ekonomi, sosial, Kesehatan, dan Pendidikan. Untuk persyaratan dimulai dari nomor 2 sampai dengan nomor 14 di nagelezen (matrai dan cap pos).
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi dan dibawa kekantor Pengadilan Agama, maka akan dilanjutkan prosedur selanjutnya guna mendapatkan izin kawin tersebut.
c) Faktor penyebab permohonan Dispensasi Kawin
Pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang belum cukup usia masih banyak terjadi di negara kita, baik itu didaerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Laporan Perkara Dispensasi Kawin Banyak faktor yang menyebabkan pernikahan diusia muda, dan menyebabkan pengajuan permohonan dispensasi kawin. Diantara penyebab permohonan dispensasi kawin yakni:
1. Hamil di luar pernikahan
2. Perjodohan
3. Intervensi orang tua terhadap pernikahan anak
Ketiga faktor inilah yang paling dominan menjadi penyebab diajukannya permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama.
d) Pertimbangan Hakim Dalam Mengabulkan Perkara Dispensasi Kawin
Salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukun dan keadilan yakni Peradilan Agama, yang dimana Peradilan Agama hanya memuat perkara-perkara tertentu diantara orang-orang yang beragama islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, dan ekonomi syariah.Dispensasi kawin merupakan salah satu perkara di bidang perkawinan yang menjadi wewenang bagi Peradilan Agama, dispensasi kawin terjadi apabila salah satu atau bahkan kedua calon yang akan menikah belum mencapai usia yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Perkawinan.
Sehingga wali dari pihak yang belum mencapai usia tersebut mengajukan permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama untuk mendapatkan dispensasi tersebut agar bisa terlaksananya perkawinan.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dalam pasal 5 Ayat (1) menyebutkan bahwa kewajiban hakim yaitu wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dimasyarakat, maka dalam mengambil keputusan hakim memiliki banyak pertimbangan. Pertimbangan hakim tentunya merupakan suatu aspek terpenting dalam terwujudnya suatu putusan yang mengandung keadilan, kepastian hukum serta manfaat untuk para pihak yang berperkara, maka dari itu pertimbangan hakim selalu berdasarkan banyak aspek tidak serta merta hanya melihat dari satu aspek saja atau melihat dari salah satu pihak. Perkara dispensasi kawin merupakan salah satu perkara perdata dan juga melewati tahap persidangan dan membutuhkan pertimbangan hakim dalam memutuskannya.
Hakim adalah salah satu predikat yang melekat pada seseorang yang memiliki pekerjaan dengan spesifikasi khusus dalam bidang hukum dan peradilan, sehingga banyak bersinggungan dengan masalah mengenai kebebasan dan keadilan secara legal dalam konteks putusan atas perkara yang dibuat. Hakim dalam persidangan terhadap perkara dispensasi kawin wajib menghadirkan semua pihak yang terkait ke muka persidangan, sehingga hakim dapat mempertimbangkan untuk mengabulkan atau menolak permohonan dispensasi kawin tersebut. terkait dikabulkan atau ditolak permohonan tersebut hakim akan melihat bagaimana keterangan para pihak yang dihadirkan dan pembuktian selama di persidangan.
Hakim dalam hal ini dianggap mengetahui akan hukumnya, dalam penemuan penyelesaian itu diberikan wewenang kepada hakim. Sehingga hakim dalam memberikan pertimbangan pada putusannya merupakan kewajiban yang harus dilakukannya karena dengan itulah menjadi alasan hukum yang tidak dapat dikemukakan para pihak yang terkait.Hakim dalam memberikan pertimbangan terhadap putusannya itu tidak boleh ada campur tangan dari pihak manapun yang berusaha untuk mempengaruhi putusan hakim, agar eksistensi lembaga peradilan dan hakim itu sendiri terjaga serta jika terlepas dari campur tangan pihak manapun maka putusan tersebut pasti mempertimbangkan keadilan, kepastian hukum dan manfaat bagi para pihak.
Hakim tidak boleh menempatkan diri sebagai pembentuk Undang-Undang, ia hanya boleh memeriksa dan memutus perkara konkret dan tidak boleh memuat peraturan yang mengikat umum.Selain itu dalam memutuskan sebuah perkara hakim harus melihat syarat-syarat yang harus dipenuhi pemohon, mulai dari syarat materil hingga syarat formil.
Pertimbangan hakim yakni alasan-alasan hukum atau dasar pemikiran yang digunakan hakim dalam membuat putusan atau penetapan suatu perkara.
Pertimbangan tersebut terdapat dalam consider Pokok perkara, yang bertitik tolak pada pendapat, alat bukti, dan yurisprudensi yang harus disusun secara sistematis, logis dan saling berhubungan, serta saling mengisi. Pertimbangan hakim secara konkrit harus dituangkan sebagai analisis, argumentasi, pendapat dan kesimpulan hakim.Pertimbangan hakim adalah aspek terpenting dalam terwujudnya nilai dari suatu keputusan hakim tersebut, yang dimana dasar pertimbangan hakim tersebut yakni teori dan pendalaman selama persidangan yang saling berkaitan, sehingga didapatkan putusan yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek.
Perkara dispensasi kawin merupakan perkara permohonan yang dimana dalam perkara ini tidak mengandung sengketa, dan hakim lalu memutuskan perkara dispensasi kawin dengan membuat penetapan apakah dikabulkan atau ditolak permohonan tersebut.
Dasar hukum yang digunakan dalam pengambilan keputusan yakni dasar hukum hakim dalam memutus perkara, Pengadilan Agama khususnya yang dimana pengadilan terkhusus untuk yang beragama islam maka dasar putusannya segala peraturan dan Undang-Undang yang berlaku relevan serta berdasarkan Hukum Islam.
C. Kesimpulan
Dispensasi kawin yang semakin meningkat tiap tahunnya dan dikabulkan oleh hakim akan menimbulkan konsekuensi hukum, diantaranya adanya klausal untuk menyimpangi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dikarenakan adanya Dispensasi kawin permohonan yang diajukan oleh pemohon terkait adanya penyimpangan batas usia minimal perkawinan. Dalam perkara permohonan dispensasi kawin ini hakim yang memberikan putusan memiliki berbagai pertimbangan untuk mengabulkan atau tidaknya permohonan tersebut. Pada dasarnya hakim dalam memberikan pertimbangan memperhatikan tiga aspek dasar dalam perkara tersebut :
1. Alasan yang sangat mendesak
2. kepentingan terbaik bagi anak dan hal lain berupa hak anak yang terpenuhi.
3. penyimpangan usia perkawinan, dan rentan terhadap perceraian dikarenakan usia yang masih cukup muda dan pikiran serta emosi yang masih labil.
Perceraian merupakan konsekuensi hukum yang bersifat negatif sehingga dari perceraian itu akan menimbulkan dampak-dampak negatif pula bagi para pihak hingga berdampak pada Negara. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan maka diharapkan adanya sosialisasi hukum terhadap perubahan usia tersebut, khususnya pada pemerintah Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sehingga masyarakat mengetahui secara jelas perubahan usia perkawinan tersebut. Serta dalam memberikan putusan dispensasi kawin, hakim tidak terlalu mudah dalam mengabulkan permohonan dispensasi kawin.